Jumat, 29 Mei 2009


René Descartes (IPA: ʀəˈne deˈkaʀt; lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – wafat di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.
Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah:
"Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I think, therefore I am)

Kamis, 14 Mei 2009

Seorang penulis asal Perancis Jean-Marie Gustave Le Clezio memenangkan penghargaan Nobel untuk kategori kesusastraan tahun 2008. Clezio dijuluki oleh Swedish Academy sebagai seorang "pengembara" atas perjalanannya keliling dunia untuk memahami kultur setiap negara yang dikunjunginya. hal ini tercermin dalam karya-karyanya.

Swedish Academy sebagai pihak penentu siapa pemenang hadiah bergengsi berupa 10 juta crown Swedia atau setara US$ 1.4 juta ini, memuji pengabdian Le Clezio selama 68 tahun atas novel-novel petualangan, esai-esai dan semua karya kesusastraannya tentang anak-anak.

"Semua hasil kerjanya mempunyai karakter yang kosmopolitan. Dia memang warga Perancis, tapi selebihnya dia adalah seorang musafir, warga dunia, seorang
petualang," kata Sekretaris Swedish Academy Horace Engdahl, saat konferensi
pers.

Setelah lahir di Nice, Le Clezio lalu pindah ke Nigeria bersama keluarganya saat dirinya berusia 8 tahun. Karya pertamanya 'Un Long Voyage' dan 'Oradi Noir' bahkan di kerjakannya sepanjang perjalanan menuju Nigeria.

Menurut situs resmi Swedish Academy, Le Clezio belajar bahasa Inggris di sebuah Universitas Inggris dan mengajar di beberapa institusi antara lain di Bangkok, Meksiko, Boston, Austin dan Albuquerque, dan tempat lainnya.

Le Clezio juga menghabiskan waktu yang cukup lama di Meksiko dan Amerika Tengah sampai akhirnya menikahi gadis Maroko pada tahun 1975. Sejak 1990, dia dan istrinya kemudian membagi waktu mereka antara Albuquerque di New Mexico,
Kepulauan Mauritius dan Nice, Perancis.

Novel pertamanya Le proces-verbal (The Interrogation), ditulisnya pada saat
berumur 23 tahun. Novel tersebut membawanya memenangkan penghargaan Renaudot di Perancis.

Tampil sebagai penulis bergaya baru pada tahun 1960-an. Le Clezio telah menarik perhatian dengan memasukkan tema lingkungan dan dunia anak-anak.

Gebrakan besarnya datang pada tahun 1980 dengan karyanya "Desert", yang di
sebu-sebut "berisikan gambaran yang menakjubkan dari sebuah budaya yang hilang di padang pasir Afrika Timur, yang berlawanan sekali dengan gambaran bangsa Eropa yang melihatnya melalui kacamata imigran yang tidak diinginkan.

"Seorang petualang hebat, dia menaruh jangkauan global pada budaya Perancis dan nilai-nilai pada sebuah dunia yang global," kata Presiden Perancis Nicolas Sarkozy.

Sumber bacaan di sini.
L’Étranger (Bahasa Perancis: “Orang Asing” adalah sebuah karya sastra berbentuk roman karangan Albert Camus. Roman dalam bahasa Perancis ini ditulis pada tahun 1942. Lokasi ceritanya adalah di Aljazair, tempat Camus sendiri lahir dan besar.

Bagian pertama

Meursault, sang protagonis cerita ini, seorang warga kota Aljir berwarganegara Perancis (apa yang disebut pied noir), mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia di sebuah rumah jompo yang terletak di luar kota. Lalu ia pergi dan melayatnya. Di sana ia ditanya apakah ia ingin melihat ibunya sebelum dikubur, ia menolak. Maka iapun mengunjungi upacara penguburan jenazah ibunya bersama-sama dengan teman ibunya, antara lain Perez yang kata orang adalah pacar ibunya. Maka setelah semua selesai iapun kembali ke Aljir. Keesokan harinya ia tetap melanjutkan kehidupan kembali seperti biasanya dan berjalan-jalan dengan pacarnya yang bernama Marie.
Maka sekali peristiwa ia bepergian dengan pacarnya Marie dan seseorang teman lainnya yang bernama Raymond ke pinggir pantai. Di sana cuaca sangat panas dan temannya si Raymond bertengkar dengan dua orang Arab Aljazair yang bersenjatakan pisau tajam dan pergi ke tempat Meursault. Kebetulan ia membawa sepucuk pistol dan Meursault mengambil senjata itu dari padanya. Lalu ia kembali ke tempat dua orang Arab tersebut dan salah satunya ditembak hingga mati.

Bagian kedua

Meursault pun ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Maka ia segera diinterogasi oleh sang kepala penjara. Tetapi pertanyaannya berkisar antara hubungannya dengan ibunya. Ketika ia ditanya apakah ia sayang terhadap ibunya ia menjawab bahwa ia mencintainya tetapi kebutuhan tubuhnya seringkali menghalang-halangi perasaannya. Hal ini diungkapkannya dengan kalimat berikut: "Le jour où j’avais enterré maman, j’étais très fatigué, et j’avais sommeil" (dalam bahasa Indonesia: "Pada hari saya mengubur ibu, saya sangat capai dan saya mengantuk"). Tetapi sang kepala penjara ingin supaya Meursault merasa menyesal dan ia menunjukkan sebuah salib yang diambilnya dari laci. Tetapi Meursault tak perduli dan hanya terlihat bosan saja. Akhirnya sang kepala penjara tidak melanjutkan usahanya.
Ketika Meursault ditanya apakah ia menyesali perbuatannya, ia menjawab bahwa ia sebenarnya lebih merasakan rasa kesal daripada rasa sesal. Lalu sang kepala penjara menyebutnya sebagai seorang "Antikristus".
Marie, pacarnya juga menjenguknya tetapi ia ingin melupakannya karena itu merupakan bagian dari hukumannya. Setelah beberapa lama ia tidur lebih baik dan membuang waktu dengan membaca sebuah kisah dari Cekoslovakia: seorang pria ketika masih muda pergi merantau untuk mencari uang dan kembali dengan seorang istri dan anak. Ketika pulang kembali ke kampung halamannya ia ingin memberikan kejutan kepada ibu dan saudari perempuannya yang memiliki sebuah hotel. Dalam melaksanakan hal ini, ia menitipkan istri dan anaknya di sebuah penginapan lainnya. Maka sebagai sebuah lelucon ia memesan kamar di hotel ibunya dan ingin membayarnya. Lalu pada malam hari ibunya dan saudarinya yang tak mengenalinya lagi membunuhnya karena ia dianggap seorang musafir yang kaya. Lalu mayatnya dibuang ke sungai. Keesokan harinya istrinya menemukan dan menguak jati diri suaminya. Kemudian ibu dan saudara perempuannya bunuh diri; ibu menggantung diri dan saudarinya menceburkan dirinya ke sebuah sumur. Meursault sendiri berpendapat bahwa itu memang sudah ganjaran sang musafir itu dan ia memang seyogyanya jangan bermain-main seperti itu. Maka hari-hari berlalu seperti itu.
Maka akhirnya ia diadili di pengadilan dan ia duduk di kursi terdakwa. Ia melihat kepala panti jompo, 'pacar' ibunya: Thomas Pérez, Raymond, Marie dan lain-lainnya. Hakim menginterogasinya tentang ibunya dan lalu tentang orang Arab yang dibunuhnya. Orang-orang dari panti jompo mengatakan bahwa Meursault tidak menjatuhkan tetesan mata sedikitpun jua ketika ibunya dikubur. Meursault merasa bahwa ia dibenci oleh semua orang dan ia merasa ingin menangis. Lalu jaksa menyerangnya secara berapi-api dengan antara lain mengatakan bahwa ia tidak sepantasnya minum-minum kopi di depan peti mati ibunya ketika ibunya meninggal meskipun ditawari demikian. Kemudian ia menyerangnya lagi bahwa Meursault tidak sepantasnya keesokan harinya setelah ibunya dikubur lalu pergi berpacaran dengan seorang wanita seperti Marie. Dan akhirnya jaksa berseru dengan mengatakan bahwa Meursault "telah mengubur ibunya dengan hati seorang kriminal."
Meursault sendiri merasa bahwa pengacaranya kurang sekali dalam membelanya dan merasa pula bahwa mereka seakan-akan membicarakan kasusnya di luar dirinya. Lalu jaksa menyerangnya tentang si orang Arab yang dibunuhnya bahwa Meursault membunuhnya dengan keji dan dingin. Meursault membidikkan senjatanya lalu memicu pistolnya dan setelah orang Arab ini jatuh, Meursault masih menembakkan peluru tajam sebanyak empat kali kepada mayat yang tak bergerak lagi ini tentu secara sadar. Lalu jaksa mengatakan bahwa Meursault tidak menyatakan rasa sesal dan masyarakat umum harus dilindungi dari seorang insani seperti Meursault ini. Jaksa bahkan menuduh Meursault bahwa ia tidak memiliki jiwa.
Akhirnya Meursault ditanya sekali lagi akan motifnya lalu ia menjawab bahwa itu semua ia lakukan karena "pengaruh matahari." Maka hadirin sekalian di dalam ruang sidang tertawa mendengarnya. Pengacara Meursault tidak mampu untuk membela di depan anggota juri dan jaksa sekali lagi mengatakan bahwa masyarakat ramai harus dilindungi dari seseorang seperti Meursault.
Hakim akhirnya menyatakan bahwa Meursault harus menerima hukuman mati dengan dipenggal kepalanya menggunakan guillotine. Ia menjatuhkan vonisnya atas nama ‘Rakyat Perancis’. Maka Meursault lalu mengingat akan kehidupan yang akan segera berakhir, yang bukan miliknya lagi. Ia mengingat kenangan-kenangan manis kecil seperti bau musim panas, langit yang baru dan senyum serta gaun pacarnya; Marie. Tetapi kemudian ia berpikir bahwa semuanya tidak ada gunanya, sidang ini semua dan apaun jua. Ia hanya merasakan ingin bergegas-gegas kembali ke selnya untuk tidur.
Maka menurut koran-koran ditulis bahwa Meursault harus membayar kembali hutangnya kepada masyarakat. Di sisi lain Meursault sendiri berpendapat bahwa itu semuanya tak ada maknanya, semuanya sama saja. Dan akhirnya ia berkata pada dirinya sendiri: “Ya sudahlah aku akan mati ... Tetapi semua orang toh tahu bahwa hidup itu tak ada gunanya dijalani. Di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa mati pada usia 30 tahun atau 70 tahun tidak ada bedanya. Pada kedua kasus ini orang-orang lain, pria dan wanita tetap hidup semua dan ini sudah terjadi selama ribuan tahun.
Pada saat-saat terakhirnya ia didatangi seorang pastor yang ingin memberinya sedikit bimbingan rohani, tetapi Meursault menolaknya dan bahkan memaki-makinya. Ia berkata kepadanya bahwa ia tidak ingin membuang saat-saat terakhirnya dengan perbincangan mengenai Tuhan atau agama. Ia mempercayakannya terhadap "ketidakpedulian dunia".
Akhirnya Meursault menutup kisah ini dengan kalimat: “Supaya semuanya terlaksana dengan baik, supaya perasaan sepiku agak berkurang, tiada lain aku berharap semoga nanti pada hari aku di eksekusi akan ada banyak penontonnya di mana mereka akan menerimaku dengan jeritan kebencian.”

Kutipan dari buku


Di bawah ini disajikan dua fragmen dari buku dalam bahasa Perancis beserta alihbahasa Indonesia. Fragmen pertama di bawah ini diambil dari adegan terakhir bagian pertama, yaitu setelah Meursault menembak mati orang Arab yang sebelumnya mengancamnya dengan pisau belati. Sedangkan fragmen kedua diambil dari bagian akhir buku dan sekaligus bagian terakhir bagian kedua. :

Fragmen pertama

"C'est là, dans le bruit à la fois sec et assourdissant, que tout a commencé. J'ai secoué la sueur et le soleil. J'ai compris que j'avais détruit l'équilibre du jour, le silence exceptionnel d'une plage où j'avais été heureux. Alors, j'ai tiré encore quatre fois sur un corps inerte où les balles s'enfonçaient sans qu'il y parût. Et c'était comme quatre coups brefs que je frappais sur la porte du malheur".

Alihbahasa

"Di sana, di dalam suara gemuruh yang sekaligus tenang dan berisik, semuanya mulai. Aku mengibaskan keringat dan matahari. Aku mengerti bahwa aku telah menghancurkan keseimbangan hari, kesunyian istimewa sebuah pantai di mana aku sebelumnya merasa bahagia. Maka, aku pun menembak empat kali lagi di tubuh yang sudah tak bergerak, di mana bola-bola peluru menembusnya tanpa muncul. Dan itu bagaikan empat pukulan pendek yang kuketukkan pada pintu malapetaka."

Fragmen kedua

"Devant cette nuit chargée de signes et d’étoiles, je m’ouvrais pour la première fois à la tendre indifférence du monde. De l’éprouver si pareil à moi, si fraternel enfin, j’ai senti que j’avais été heureux, et que je l’étais encore. Pour que tout soit consommé, pour que je me sente moins seul, il me restait à souhaiter qu’il y ait beaucoup de spectateur le jour de mon exécution et qu’ils m’accableraient de haine".

Alihbahasa

"Di depan malam ini yang penuh dengan pratanda dan bintang, aku membuka diriku untuk pertama kalinya kepada perasaan ketidakperdulian dunia. Mengakui bahwa semuanya sama saja, bahkan seakan saudaraku, maka aku pun merasakan bahwa aku dulu bahagia dan aku pun sekarang masih. Supaya semuanya terlaksana dengan baik, supaya perasaan sepiku agak berkurang, tiada lain aku berharap semoga nanti pada hari aku dieksekusi akan ada banyak penontonnya di mana mereka akan menerimaku dengan jeritan kebencian."

Sumber bacaan di sini.

Rabu, 06 Mei 2009

Untuk kelas XII, monsieur y2k ucapin met ngejalanin ujian praktik ya. Semoga kalian dapet hasil yg memuaskan. Trus, untuk membantu kalian, nich monsieur sediain media pembelajaran bahasa Prancis nyang bisa di download secara gratis. Untuk ndonlud, silakan liat di menu sebelah kiri yg ada tulisannya SERBA PRANCIS SERBA GRATIS.
Monsieur y2k berharap agar kalian lulus dengan suksesnya [emang ada yg lulus dg gk sukses?], baik di UN, US, maupun di ujian praktik. Amiiinnnn.........

Tetep semangat!

Jumat, 01 Mei 2009


Judul: La Vie en Rose
Genre: Drama Biopic
Durasi: 2 jam 20 menit
Sutradara: Olivier Dahan
Produser: AlainGoldman
Casting: Marion Cotillard, Sylvie Testud, Jean-Pierre Martins, Emmanuelle Seigner, Jean-Paul Rouve, Gerard Depardieu
Penulis: Isabelle Sobelman dan Olivier Dahan
Cinematographi: Tetsuo Nagata
Musik: Christopher Gunning dan Edith Piaf
Editing: Richard Marizy
Distribusi: TF1 International

La Vie en Rose (dalam bahasa Perancis artinya 'Kehidupan Merah Muda'), adalah film produksi Perancis tahun 2007 dengan sutradara Oliver Dahan. Film yang dirilis di Perancis dengan judul La Mome ini mengisahkan tentang perjalanan hidup penyanyi Edith Piaf. La Mome dalam bahasa Perancis berarti 'si Kecil', julukan ini karena Piaf lebih tersohor dengan sebutan 'si Kecil Piaf' atau 'si Burung Pipit Kecil'. Film La Vie en Rose seluruhnya dibuat di Perancis dan berhasil memenangkan dua Oscar di ajang paling bergensi dunia perfilman Academy Award ke-80 untuk kategori Pemeran Wanita Terbaik untuk Marion Cottilard dan Makeup Terbaik untuk Didier Lavergne.
Edith Piaf (19 Desember 1915–10 Oktober 1963) adalah biduan sekaligus idola Perancis pada masanya yang terkenal dan dikenal luas sebagai penyanyi pop di Perancis. Lagu-lagu Piaf menggambarkan kehidupannya yang tragis. Ia spesialis lagu-lagu balada patah hati dengan suara yang sendu. Di antara lagu-lagunya yang terkenal adalah "La vie en rose" (1946), "Hymne a l'amour" (1949), "Milord" (1959), dan "Non, je ne regrette rien" (1960).
Alur film La Vie en Rose menggunakan gaya penceritaan yang berbolak balik sepanjang beberapa dekade kehidupan Edith Piaf. Bagian awal film menceritakan tentang kehidupan anak-anak Edith Piaf, dan film ini diakhiri saat kematian penyanyi ini, dimana ia tergolek lemah dan terlihat lebih tua 20 tahun dari usianya yang sebenarnya. Beberapa elemen kehidupan Pief mulai dari kepedihan di masa kanak-kanak, menemukan kejeniusannya di bidang musik, terorbit ke dunia gemerlap aktris, kegagalan cinta dan ketergantungan akan obat-obatan tergambarkan jelas di fim ini.
Film ini dimulai pada masa kanak-kanak Edith. Ia ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya di tempat neneknya yang menjalankan usaha rumah bordil. Edith kemudian menjadi kesayangan para PSK di situ, terutama dari seorang PSK muda bernama Titine (Emmanuelle Seigner), yang memperlakukan Edith seperti anaknya sendiri. Suatu hari, ayahnya (Jean-Paul Rouve), kembali menjemput Edith untuk mengajaknya bermain sirkus sebagai manusia karet. Mereka berdua akhirnya meninggalkan sirkus tempat mereka bermain dan memulai pertunjukan mereka sendiri di jalanan. Edith memiliki kelebihan membengkokkan tubuhnya ke dalam bentuk-bentuk yang aneh dan ia pun mampu bernyanyi dengan suara yang merdu. Sekitar enam tahun kemudian, Edith (diperankan sekarang oleh Marion Cotillard), dan teman baiknya Momone (Sylvie Testud), telah menjadi penyanyi jalanan. Mereka kemudian bertemu dengan seorang pemilik klab malam bernama Louis Leplee (Gerard Depardieu), yang kemudian mengontrak Edith untuk bernyanyi di klabnya. Namun Louis kemudian terbunuh, yang mengakibatkan Edith merasa akan kehilangan masa depannya. Di tengah keraguannya itu, ternyata ia menemukan orang yang mampu mengajarinya teknik bernyanyi yang baik, dan tidak lama setelah itu Edith mampu menjadi biduanita yang tersohor ke seluruh penjuru dunia.
Pada pertengahan tahun 1940-an ketika Edith tinggal di kota New York, ia bertemu dengan Marcel Cerdan (Jean-Pierre Martins) seorang petinju yang telah menikah dan terlibat affair dengannya. Edith Piaf mengatakan Marcel adalah cinta sejatinya, dan inilah yang menjadikan suaranya sangat sentimentil sampai jauh setelah kematian Marcel akibat kecelakaan pesawat tahun 1949. Sejak kematian Marcel Cerdan itu, Edith menggunakan seluruh waktunya untuk bernyanyi. Ia sempat menikah dua kali selama tahun 1950-an (di film ini sutradara hanya memberi sedikit porsi untuk menceritakan tentang kehidupan Edith dengan kedua suaminya ini). Edith akhirnya menjadi pecandu morfin dan alkohol. Upayanya untuk meninggalkan kebiasaan buruknya ini selalu gagal dilakukannya. Ketika umurnya berada di penghujung 40-an, kesehatan Edith memburuk dengan cepat, dan ia terlihat seperti seorang wanita yang telah uzur.

Marion Cotillard Memerankan Edith Piaf yang Memberinya Oscar sebagai Pemeran Wanita Terbaik di Academy Award ke-80

Kritisi film dunia memberi pujian kepada Marion Cotillard untuk perannya sebagai Edith Piaf dalam film ini. Cotillard dianggap mampu menyerap dan menghidupkan karakter Edith Piaf yang diperankannya secara luar biasa. Penghargaan Oscar untuk Pemeran Utama Wanita terbaik Academy Award ke-80 menjadikan Marion Cottilard sebagai aktris Perancis kedua setelah Simone Signoret tahun 1959 yang memenangi Oscar untuk katergori yang sama. Cottilard juga adalah aktris Perancis pertama yang mendapatkan penghargaan Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk film berbahasa asing (non-english). Ia juga adalah aktris pertama dan satu-satunya sampai saat ini yang berhasil mendapatkan penghargaan Academy Award untuk film berbahasa Perancis. Sebelum penghargaan Oscar 2008, Marion Cotillard telah memenangkan penghargaan dari Los Angeles Film Critics Association Award sebagai aktris terbaik, Boston Society of Film Critics Award untuk aktris terbaik, Golden Globe, Czech Lion, Cesar Award, dan BAFTA. Atris kelahiran Perancis tahun 1975 ini sebelumnya hanya mendapatkan peran-peran kecil di beberapa film Hollywood seperti di film Big Fish arahan sutradara eksentrik Tim Burton, film produksi sutradara kenamaan Perancis Luc Besson, Taxi (1998) dan beberapa film Perancis seperti War In The Highlands dan Furia. Nama Marion Cotillard mulai diperhitungkan oleh kritisi film ketika bermain di film Les Jolies Choses (Pretty Things) yang menceritakan tentang dua saudara kembar yang bertukar kehidupan ketika salah satu dari mereka meninggal. Dalam film ini, Cottilard menyanyikan beberapa lagu dan direkam secara live. Nama Cottilard semakin mencuat ketika ia berperan pada dua buah film yang dipuji kritikus tahun 2004, yaitu A Very Long Engagement dimana ia memenagi C�sar Award untuk pemeran pembantu wanita terbaik dan film drama misteri Innocence.
Yang menarik adalah kisah di balik rencana pembuatan film La Vie En Rose adalah sewaktu sutradara Oliver Dahan memilih Marion Cotillard untuk memerankan Edith Piaf walaupun Dahan belum pernah sekalipun bertemu Cottilard dan alasan Dahan memilih Cotillard adalah karena Cotillard memiliki mata yang mirip mata Edith Piaf. Produser film ini, Alain Goldman, setuju akan pilihan Dahan dan membela pilihan Dahan sekalipun TFM mengurangi kucuran uang untuk mendanai film ini. Pihak TFM berpendapat Cottilard belum cukup pantas dibayar mahal sebagai seorang aktris. Suatu perkiraan yang ternyata meleset. Film ini dipuji secara luas termasuk direktur teater terkenal Sir Trevor Nunn yang mengomentari film ini sebagai 'salah satu penampilan terbesar dalam sejarah perfilman'. Film ini disebut sebagai 'the most awaited film of 2007'—film yang paling ditunggu tahun 2007—di Perancis, dimana beberapa kiritisi mengatakan Edith Piaf bak berinkarnasi dalam diri Marion Cotilard menyanyikan lagu terakhirnya di atas pentas.
Film La Vie en Rose telah mencetak pendapatan kotor 81,945,871 dollar US untuk peredarannya di seluruh dunia — 10,072,300 dollar US dari Amerika dan Kanada dan 71,873,571 dollar US dari negara lainnya. Di negara-negara seperti Perancis, Algeria, Monaco, Maroko dan Tunisia film ini menghasilkan total pendapatan kotor 42,014,775 Dollar US.
MPAA atau Motion Pictures Association of Amerika memberi rating "PG-13" untuk adegan kekerasan, penggunaan narkoba dan seks di film ini. (efendy hamzah)

Sumber bacaan di sini.
Jakarta (ANTARA News) - Artis Nicholas Saputra mengatakan film Prancis tidak hanya soal romantisme saja, tetapi juga kuat di genre film komedi dan action (aksi).

"Film Prancis terkesan romantis karena bahasanya, tetapi film mereka juga kuat di komedi dan action," kata Nicholas Saputra disela-sela pembukaan Festival Sinema Prancis di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jakarta, Jumat malam.

Nicholas Saputra dan Marsha Timoty yang datang malam ini ditunjuk sebagai duta festival sinema Prancis ke-14 tahun ini.

Nico mengatakan film Prancis memang sudah berkarakter dengan film romantis.

"Ibaratnya kita menonton dengan menutup telinga, kita sudah tahu itu film Prancis dari gaya filmnya," katanya.

Nico sendiri telah menonton beberapa film dari 20 film Prancis yang diputar di Festival Sinema Prancis ke-14 ini.

Sedangkan bintang film "Pintu Terlarang" dan "Coklat Stroberi", Marsha Timothy mengaku sangat mengagumi film-film Prancis, bukan saja karena ia kini menjadi Duta Festival Sinema Prancis.

"Ibuku sangat gemar nonton film-film Prancis, sehingga sejak kecil aku sudah sering diajak nonton bareng. Pada saat aku sudah terjun sebagai pemain film juga masih nonton film-film Prancis karena beberapa judul direkomendasikan sutradaraku sebagai bahan untuk belajar akting," katanya dalam konferensi pers Festival Sinema Prancis di Jakarta, Rabu (1/4).

Kekasih dari Fachri Albar ini mengungkapkan kekagumannya pada film-film Prancis antara lain karena industri film sangat maju, tema-tema yang diangkat berlatar belakang dari kehidupan sehari-hari, ceritanya sederhana tapi sangat menyentuh, dan dapat memberikan gambaran mengenai kehidupan di kota itu.

"Secara pribadi film-film Prancis menambah pengetahuan, memberi tontonan yang lebih variatif diantara dominasi film-film Hollywood yang ada di bioskop," kata Cha-cha, panggilan akrabnya.

Ia mengungkapkan setelah bertahun-tahun mengagumi film-film Perancis, kini ia bahagia karena terpilih sebagai Duta Festival Sinema Perancis yang akan berlangsung di Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia.

"Saya sangat bersemangat ketika dikabari akan menjadi Duta Festival, dulu saya pernah datang beberapa kali sebagai penonton festival ini, tapi sekarang malah ditunjuk sebagai Duta Festival. Nonton film-film Prancis dijamin akan membuat penonton mendapat banyak hal baru yang positif," katanya.

Festival Sinema Prancis ke-14 resmi digelar di Jakarta, Jumat malam oleh Duta Besar Prancis untuk Indonesia Philippe Zeller.

Bertempat di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jalan H Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Festival Sinema Prancis ke-14 dengan memutar film pembukaan Les femmes de l`ombre.

Sedangkan penutupan festival sinema Prancis yang akan memutarkan 20 film dengan berbagai jenis ini akan memutarkan film Entre les murs di Blitzmegaplex Grand Indonesia.

Anda Pengunjung Ke:

Komentar Anda

Pengikut

Popular Posts

Chatting, Yuks!!!